GIBUR MASIH SUBUR


GIBUR MASIH SUBUR

Kasus gizi buruk (Gibur) ternyata masih tumbuh subur di daerah ini. Kasus tertinggi di Kalimantan Barat diduduki Kabupaten Kapuas Hulu. Dari data tahun 2010 sebanyak 439 kasus gizi buruk, 117 kasus diantaranya merupakan kasus yang terjadi di kabupaten paling timur Kalbar ini.
Sebuah kabar yang kurang baik tentunya bagi pemimpin dan warga Kapuas Hulu khususnya dan Kalbar pada umumnya. Sebagaimana data yang dilansir Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Barat menyebutkan Kabupaten Kapuas Hulu menjadi kabupaten yang sepanjang tahun 2010 selalu berulang dan jumlah kasus paling banyak tersebut membuat Dinkes harus bekerja lebih maksimal lagi di tahun 2011 ini.
Dari masing-masing kabupaten, tercatat Kota Pontianak 23 kasus, Kubu Raya 21 kasus, Kabupaten Kayong Utara 6 Kasus, Ketapang 19 Kasus, Kabupaten Pontianak 24 kasus, Sambas 24 kasus, Singkawang 12 kasus, Bengkayang 20 kasus, Landak 38 kasus, Sanggau 41 kasus, Sekadau 2 kasus, Sintang 25 kasus, Melawi 17 kasus dan Kapuas Hulu 117 kasus.
Melihat banyaknya kasus yang terjadi di Kalbar, Dinkes tidak tinggal diam dan berkomitmen untuk menekan angka kasus gizi buruk tersebut hingga serendah mungkin karena saat ini angka gizi buruk di Kalbar sebanyak 0,6 persen dari jumlah bayi dan balita.
Langkah yang dilakukan Dinkes untuk menekan angka gizi buruk menurut Andy Jap adalah sikap terbaik dan respon cepat dalam menangani kasus gizi buruk dengan target kasus gizi buruk harus tertolong hingga meniadakan angka kematian, tidak ada lagi kasus gizi buruk yang ditutup-tutupi baik oleh instansi kesehatan di daerah maupun pusat dan juga masyarakat agar sikap tanggap dapat segera dilakukan.
Selain itu, saat ini sudah dibangun pusat-pusat perawatan gizi buruk di bawah kendali Dinas Kesehatan setempat dan juga pusat-pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit daerah selaku penanggung jawab, Dinkes Provinsi akan selalu mengevaluasi dan membina sektor-sektor yang menangani gizi buruk tersebut.
Jika kita cermatai, tingginya angka kasus gizi buruk yang dialami warga Kapuas Hulu tentu seperti anomali bagi kabupaten yang kaya sumber daya ala mini. Bagaimana tidak, Kapuas Hulu yang luas dengan hutan dan sungai yang membentang luas merupakan sumber daya yang tak terkira. Jika diolah dan dimanfaatkan dengan adil dan benar tentu lebih dari cukup untuk menghidupi rakyat Kapuas Hulu yang belum seberapa banyak jumlahnya.
Kita patut bertanya, kemana hasil pemanfaatan sumber daya alam Kapuas Hulu dilarikan. Bagaimana mungkin warga Kapuas Hulu bisa hidup kurang gizi di tengah sumber daya yang melimpah. Ikan-ikan yang melimpah di sepanjang sungai, lebah madu yang bertebaran di hutan-hutan. Kemana larinya sumber-sumber gizi itu dimanfaatkan.


                  

                       

                

             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar